KEMAJUAN teknologi
informasi saat ini telah membuka sebuah era baru pada digitalisasi
sistem kerja. Cara-cara kerja manual kini sudah mulai ditinggalkan.
Komputerisasi, internet, dan alat komunikasi celullar (handphone)
yang bahkan dilengkapi kamera dan GPRS (alat pendeteksi koordinat
melalui satelit) menjadi trend baru yang merubah pola kerja dan bahkan
gaya hidup manusia. Demikian pula dalam dunia kriminal, seiring dengan
kemajuan teknologi informasi, kini telah terjadi sebuah “trend baru”,
yaitu cyber crime/kejahatan dunia maya.
Cyber crime
menjadi momok yang menakutkan seiring dengan tumbuh berkembangnya
teknologi internet, sebuah jaringan informasi global tanpa batas wilayah
negara. Di mana akses komunikasi dan informasi melalui teknologi ini
hanya memerlukan waktu sekian per detik, meskipun jarak di antara
komunikator (misalnya) dipisahkan 2 benua. Contoh cyber crime
yang kini marak di antaranya adalah; penjebolan kartu kredit; penipuan
berkedok usaha di dunia internet, dll. Kini, pornografi melalui jaringan
internet, juga menjadi sebuah masalah baru. Banyak tokoh berpendapat
bahwa pornografi juga merupakan salah satu kejahatan dunia cyber,
bahkan dianggap lebih berbahaya dari sekedar penjebolan kartu kredit.
Karena, kejahatan ini tidak berbicara sesaat, tetapi akan merusak setiap
angkatan generasi secara sistematis.
Bisa dikatakan, cyber crime juga
merupakan sisi negatif dari gerakan globalisasi teknologi yang
dicanangkan pihak barat. Meskipun tidak dapat kita pungkiri bahwa
globalisasi melalui penyebaran teknologi internet juga banyak membawa
perubahan positif. Derasnya perkembangan di bidang
teknologi informasi saat ini merupakan jawaban atas makin komplesknya
kebutuhan manusia akan informasi. Jaringan komunikasi dan informasi
dunia atau dikenal juga dengan teknologi cyberspace, berisikan
kumpulan informasi yang dapat diakses oleh semua orang dalam bentuk
jaringan-jaringan komputer yang disebut jaringan internet. Internet
adalah media penyedia informasi dan kegiatan komunitas komersial
terbesar dan tumbuh berkembang dengan sangat pesat.
Cyberspace bahkan telah “menelanjangi dunia”. Melalui teknologi (misalnya) google earth,
semakin menunjukkan bahwa kini batas-batas wilayah negara “sudah tidak
dikenal lagi”. Teknologi ini bahkan bisa menjadi alat spionase
antarnegara. Seperti halnya yang dilakukan Hans Kristensen, yang
kebetulan juga menjabat sebagai direktur dari Federation of American Scientists Nuclear Information Project
yang menemukan kapal selam berteknologi nuklir milik China yang tengah
melakukan latihan rahasia di lautan Pacifik melalui satelit Digital
Globe Quickbird (sumber: www.pelitanews.com – softpedia.com – dailymail – diakses Sabtu, 7 Juni 2008)
Teknologi google earth
memang luar biasa, berjuta wilayah di dunia bisa dilihat melalui
teknologi pengambilan foto udara via satelit ini. Bahkan Indonesia pun
tak luput dari tampilan-tampilannya. Namun di sisi lain teknologi ini
bisa mengancam keamanan Nasional, teknologi ini memungkinkan suatu
negara untuk “menghancurkan” negara lain dengan meninjau berbagai
potensi sebelum “menyerang”.
Berdasarkan
gambaran di atas, khususnya bagi Indonesia, maka ada suatu masalah
penting yang harus dipecahkan terkait semakin mutakhirnya teknologi
informasi melalui internet itu (dan semakin besarnya pula ancaman yang
mungkin terjadi). Yaitu, sudah siapkah perangkat hukum kita untuk
mengantisipasi dan menangani kemungkinan-kemungkinan munculnya sisi
negatif dari teknologi dunia maya?
Inilah masalah yang masih dihadapi Indonesia, hingga saat ini kita belum memiliki undang-undang khusus yang berbicara mengenai cyber crime. Padahal, kekhawatiran akan tindak kejahatan ini bisa dirasakan dalam seluruh aspek bidang kehidupan. Bahkan ITAC (Information Technology Assosiation of Canada) pada “International Information Industry Congress (IIIC) 2000 Millenium Congress” di Quebec tanggal 19 September 2000 menyatakan bahwa “cyber
crime is a real and growing threat to economic and social development
around the world. Information technology touches every aspect of human
life and so can electronically enable crime”.
Di Indonesia belum ada pasal-pasal yang jelas dalam peraturan perundang-undangan untuk menjerat sang pelaku cyber crime. Lalu pembuktiannya pun sulit. Sedangkan di tingkat masyarakat, sosialisasi mengenai cyber crime belum
menyeluruh. Dan kita telah “kalah” dari negara tetangga. Negara seperti
Malaysia dan Singapura telah mempunyai undang-undang mengenai dunia cyber.
Demikian pula dengan India yang sudah memiliki polisi khusus cyber.
Sementara di DPR sendiri hingga saat ini baru membahas rancangan
undang-undang. Dan banyak kalangan menilai rancangan itu pun belum
sesuai dengan kondisi sosial yang tengah terjadi. Referensi dari
beberapa negara dipandang belum cukup menjamin penerapan di lapangan.
Sementara kita masih belum memiliki undang-undang anti-cyber crime, ironisnya kita justru pernah dinobatkan sebagai negara hacker ketiga di dunia. Berdasarkan data informal disinyalir bahwa kota hacker pertama diduduki oleh Semarang, kemudian kota Yogyakarta.
Di
Indonesia, penggunaan internet untuk segala macam aktivitas terus
meningkat tajam. Menurut Ketua Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet
Indonesia (APJII) Sylvia Sumarlin, saat ini pengguna internet di
Indonesia pada akhir tahun 2007, tercatat mencapai 25 juta orang.
Dibanding tahun 2006, pertumbuhan pengguna internet di Indonesia naik 25
persen, dari sebelumnya 20 juta di akhir 2006. Sementara
menurut GM Sales & Customer Service Telkomsel Mirza Budiwan,
pengguna internet di Indonesia diperkirakan mencapai 57,8 juta pada 2010
(sumber: detik.net 25/01/2008. Diakses Senin 25/02/2008). Di antara jumlah pengguna internet ini, sangat memungkinkan memunculkan hacker-hacker selanjutnya, yang berpotensi menghancurkan negara melalui kehatan dunia maya.
Bisa kita bayangkan, katakanlah jika pada tahun 2007 pengguna internet sebanyak 25 juta orang, dan seribu di antaranya adalah hacker, lalu seribu lainnya adalah calon hacker, maka pada tahun 2008 akan muncul 2000 hacker,
yang secara terus menerus jumlahnya akan bertambah dari tahun-ke tahun.
Sementara perangkat hukum kita belum siap menangani masalah ini. Baik
sumber daya penegak hukum maupun aturan hukum itu sendiri.
Penulis
berpendapat, kejahatan dunia maya itu bukan ancaman utama pada saat
sekarang (pendapat ini tanpa menganggap sepele sisi negatif dunia cyber
saat ini), tapi akan menjadi ancaman yang sangat serius di masa yang
akan datang. Terlebih, jika kita terlalu lama membicarakan cyber crime
dalam tahap wacana. Seharusnya, saat ini sudah saatnya implementasi
dari undang-undang tersebut, yang tentunya harus ditunjang dari kesiapan
SDM dan perangkat-perangkat lainnya. Dengan kata lain, cyber crime
“akan menuai panen besar-besaran” di masa yang akan datang jika kita
terlambat mengantisipasinya melalui kesiapan perangkat hukum.
0 komentar:
Posting Komentar